COOPERATIVE LEARNING PLUS KARYAWISATA
DALAM PEMBELAJARAN MENULIS LAPORAN:
METODE
EFEKTIF MENUJU PEDAGOGIK TRANSFORMATIF
oleh
BAREN BARNABAS
Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP Negeri 2
Cikajang Garut
Menulis merupakan
keterampilan terakhir dari empat keterampilan berbahasa yang dipelajari siswa
setelah mendengarkan, berbicara, dan membaca. Tidaklah mengherankan jika
Chaedar Alwasilah dalam makalahnya yang berjudul ”Pemutakhiran Metode
Pembelajaran Bahasa” (2001: 2) berpendapat bahwa menulis adalah keterampilan
yang paling sulit dipelajari siswa dan diajarkan guru.
Jika merasa tertantang
dengan pendapat di atas, maka sudah saatnya guru bahasa Indonesia melakukan
langkah-langkah inovatif dalam mengonstruksi dan memodifikasi metode
pembelajaran. Dengan demikian, momok yang selama ini membayangi siswa dan guru
dalam setiap pembelajaran bahasa Indonesia dapat dienyahkan sehingga pelaksanaan
pembelajaran menjadi aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan.
Salah satu metode hasil
inovasi modifikasi yang penulis tawarkan sebagai alternatif yang dapat
diaplikasikan dalam pembelajaran menulis laporan adalah metode ”Cooperative
Learning plus Karyawisata”. Transformasi unsur ekonomi dimasukkan ke dalamnya
sebagai upaya nyata pembinaan pribadi siswa terkait dengan lingkungan ekonomi
sosialnya (bandingkan Tilaar, 2005: 91– 92).
Langkah-langkah tersebut
dilakukan sebagai pembuktian kreativitas guru (Nursisto, 1999: v dan 102) juga
didasarkan pada teori yang mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran, guru bisa
melakukan modifikasi terhadap lima unsur kegiatan mengajar, yaitu materi
pelajaran, proses, produk, lingkungan, dan evaluasi (Howard, 1999; Weinbrenner,
2001 dalam Mukti dan Sayekti, 2003).
Selain itu, menurut Mbak
Itadz (dalam Efendi [Ed.], 2008: 91) pemerolehan bahasa tulis dapat terjadi
apabila anak memiliki kesempatan untuk mencelupkan diri, terlibat aktif,
memperoleh contoh nyata, memperoleh kesempatan dan tanggung jawab,
mempraktikkan dan mengira-ira (?), serta memperoleh respon yang tepat dari
orang dewasa (bandingkan juga Meier, 2005: 40).
Guru memulai
pembelajaran setelah para siswa berdoa dan siap belajar. Mula-mula, guru menyampaikan tujuan pembelajaran
yang ingin dicapai pada kompetensi dasar ”Menulis Laporan dengan
Bahasa yang Baik dan Benar”,
yaitu agar para siswa: (1) Mampu melakukan kegiatan observasi dan wawancara
untuk keperluan penulisan laporan yang mengandung unsur ekonomi; (2) Mampu menyusun
kerangka laporan berdasarkan urutan tempat (ruang), waktu, atau kegiatan; (3) Mampu mengembangkan kerangka laporan ke dalam
beberapa paragraf dengan menggunakan bahasa yang komunikatif; (4) Mampu menyunting kembali isi laporan
dengan memperhatikan ketepatan struktur kalimat, penggunaan ejaan, dan tanda
baca.
Untuk
mewujudkan cooperative learning, guru mengeluarkan kertas warna-warni: merah, kuning,
hijau, biru, ungu, oranye, merah muda, dan hijau muda. Bentuknya beraneka: segi tiga, bujur sangkar, empat persegi
panjang, lingkaran, bulan sabit, bintang, donat, dan bunga matahari.
Potongan-potongan kertas itu kemudian dimasukkan ke dalam kotak kapur bekas
[merek ”sarjana”] yang sudah dibungkus kertas warna [tiap bidang sisinya
ditutup dengan warna yang berbeda]. Ketua kelas kemudian berkeliling serta menyodorkannya
kepada seluruh siswa untuk mengambil salah satu potongan kertas berwarna-warni
tadi. Ketika mengambil, setiap siswa diharuskan memejamkan mata agar pengundian
tersebut benar-benar alami. Ingat,
teknik membagi kelompok dengan cara ini cukup adil dan memiliki dua alternatif,
bisa berdasarkan warna ataupun bentuk kertas. Pilih sesuai dengan kebutuhan.
Berikutnya, para
siswa dipersilakan untuk bergabung membentuk kelompok berdasarkan hasil
pengundian dan menyusun tata letak bangku berbentuk formasi letter
”U” atau tapal kuda agar nyaman
dalam kerja kelompoknya serta memudahkan guru dalam mengamati,
memeriksa, dan membimbing seiap kelompok. Jangan lupa, anjurkan kepada setiap kelompok untuk memberi
nama kelompoknya dengan nama
koran, tabloid, atau majalah yang menjadi favorit mereka. (Didapat sejumlah delapan kelompok sesuai dengan
jumlah bentuk kertas yang tersedia, setiap kelompok berjumlah lima orang,
jumlah siswa kelas yang bersangkutan memang 40 orang. Hal ini sudah
diperhitungkan karena pendekatan yang dipakai adalah Tipe Investigasi kelompok
atau Kelompok Penyelidikan [lihat Zamzani dan Mbak Itadz, 2008: 38]. Didapat
pula nama-nama kelompok, seperti Pikiran Rakyat, Mangle, Giwangkara, Garut Pos,
Priangan, Gaul, Hai, dan Seputar Indonesia). Tentang kelompok belajar ini,
Sa’di (dalam Nakosteen, 2003: 123) mengiaskan dengan indah, ”Dahulu, aku adalah
sepotong tanah liat yang tidak berharga, tetapi karena selalu berteman dengan
bunga-bunga mawar, maka bau harum sahabatku mengalir ke dalam zatku. Kalau aku
tidak bergaul dengannya, tentu aku masih menjadi sebongkah tanah liat yang
hina.”
Setelah itu, untuk
mengaitkan tentang pentingnya ketelitian dalam observasi (pengamatan) siswa
dihibur dengan cerita jenaka yang disajikan guru. Hal ini sejalan dengan
pendapat Mbak Itadz (2008: 152) bahwa anak-anak sangat menyukai humor.
Anak-anak juga akan terbantu dengan humor. Selain itu, bercerita merupakan
metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan keterampilan lain, yakni
berbicara, membaca, menulis, dan menyimak .... (Mbak Itadz, 2008: 20).
Ketika bercerita, guru
sungguh-sungguh berperan sebagai pencerita yang baik sesuai dengan karakter
yang diceritakan sehingga para siswa merasa terkesan dan terhibur karenanya.
Pesan yang tersirat juga dapat tertangkap oleh mereka.
Setelah itu, setiap kelompok menyimak dan
mengamati model laporan yang divisualisasikan guru melalui laptop dan infocus. Model
laporan ini dibuat sendiri oleh guru guna mendapat kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran. Marno dan Idris (2008: 28) mewasiatkan bahwa mendidik dengan
keteladanan lebih efektif daripada mengajar dengan perkataan (lisan al-hal af shahu min lisan al-maqal).
Bilamana para siswa
selesai mencermati model laporan tersebut, guru membagikan LK yang memuat 10
buah soal dengan dua alternatif jawaban, benar (B) dan salah (S). Soal-soal itu
menguji informasi-informasi yang didapat dari model laporan yang dicermati para
siswa.
Setelah para siswa
selesai mengerjakan LK, mereka diminta untuk saling menukarkan hasil
pekerjaannya dengan kelompok lain untuk dievaluasi. Adapun kunci jawaban
dibacakan oleh guru. Kelompok yang nilainya paling tinggi, ketuanya dikalungi
”bintang emas” yang sudah disiapkan oleh guru.
Latihan
berikutnya adalah mendaftar hal-hal yang dilaporkan dalam model laporan. Selain itu, cara mengutip informasi dari
narasumber pun dilatihkan oleh guru. Hal ini dimaksudkan agar siswa mendapat
gambaran tentang laporan yang akan ditulis mereka nanti. Guru kembali
membagikan LK yang di dalamnya memuat 15 hal yang dilaporkan. Para siswa
tinggal membubuhkan tanda centang (√) jika sebagian atau ke-15 hal tersebut
sesuai dengan isi dari model laporan dan memberikan tanda silang (x) jika tidak
sesuai. Untuk LK cara mengutip informasi dari narasumber, dibuat contoh lima
buah kalimat (langsung dan tak langsung) untuk diubah oleh para siswa dengan
kalimat yang sebaliknya.
Setelah para siswa berlatih hingga
menguasai dasar-dasar menulis laporan, mereka pun ditugaskan untuk ”turun gunung”
atau karyawisata ke luar kelas guna mempraktikkan apa-apa yang didapat di dalam
kelas. Hal ini sejalan dengan apa yang pernah disimpulkan Dewey bahwa siswa
akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah
diketahui dan dengan kegiatan atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya
(penapendidikan.com, 2009). Sementara itu, Sujana (1991: 87) menyatakan bahwa
karyawisata dalam arti metode mengajar mempunyai arti tersendiri yang berbeda
dengan karyawisata dalam arti umum. Karyawisata di sini berarti kunjungan ke
luar kelas dalam rangka belajar. (lihat juga Suwarna dkk., 2006: 114; Hidayat
dan Rahmina, 1991: 123).
Tugas
diberikan kepada seluruh kelompok untuk melakukan perjalanan ke luar kelas.
Akan tetapi, pengumpulan data dilakukan secara individu. Maksudnya, agar mereka
memiliki tanggung jawab sendiri demi keberhasilan kelompok. Mereka diminta
untuk mengamati salah satu objek yang diminati (kelompok mana yang lebih dulu
menghampiri, merekalah yang berhak mengamati dan mewawancarai), misalnya kantin Mang Heru dan Mang Uden, pedagang dorong (mi ayam, mi
baso, baso tahu, batagor, cilok, cimol, gorengan, es campur, atau es doger) yang ada di areal sekolah. Hasilnya dikumpulkan dan diolah oleh
tiap-tiap kelompok sehingga karena saling melengkapi, didapatlah berbagai data
dan fakta yang lengkap serta akurat sebagai bahan menulis laporan.
Kegiatan ini diakhiri dengan presentasi
singkat setiap kelompok melalui perwakilannya. Hasil menulis laporan juga
ditempel di dinding kelas. Setiap kelompok diberi kesempatan untuk ”wisata
hasil karya”, yakni melihat-lihat hasil kerja kelompok lain yang berfungsi
sebagai studi komparatif. Guru mengevaluasi hasil kerja mereka,
mendemonstrasikan penyuntingan, dan memberikan penghargaan kepada seluruh
kelompok dengan yel-yel khas SMP Negeri 2 Cikajang, yaitu tepuk ”Fanatik
Fantastik”. ***